EPILEPSI DAN OBAT ANTIEPILEPSI
Buat kamu yang lagi cari-cari materi epilepsi lengkap beserta obatnya baca aja 👇👇
semoga materi dibawah ini sedikit membantu kamu ya 💦
(bukan dibikin saat liburan ini, sudah lama dibikin tapi belum dipost2 😁
TEORI
EPILEPSI
· DEFINISI
Epilepsi adalah gangguan konvulsi kronik; yang paling umum diketemukan ditandai dengan serangan berulang gejala sakit yang ditandai dengan serangan berulang gejala sakit yang disertai konvulsi dan kehilangan kesadaran, dikenal sebagai tipe grand mal. Jika serangan berulang penurunan kesadaran terjadi sesaat, disebut tipe petit mal; selain itu juga dikenal tipe fokel-temporal yang memperlihatkan gejala kejang lokal (ISO,2014).
Epilepsi adalah gangguan konvulsi kronik; yang paling umum diketemukan ditandai dengan serangan berulang gejala sakit yang ditandai dengan serangan berulang gejala sakit yang disertai konvulsi dan kehilangan kesadaran, dikenal sebagai tipe grand mal. Jika serangan berulang penurunan kesadaran terjadi sesaat, disebut tipe petit mal; selain itu juga dikenal tipe fokel-temporal yang memperlihatkan gejala kejang lokal (ISO,2014).
RINGKASAN :
Epilepsi"serangan
berulang secara periodik dengan atau tanpa kejang"karena
kelebihan muatan neuron kortikal"ditandai
perubahan aktifis listrik"
diukur dengan EEG (ISO FT I, 2008).
Kejang"kontraksi
otot polos yang tidak terkendali (ISO FT I, 2008).
· ETIOLOGI
1. cedera
kepala,
2. stroke,
3. tumor
otak,
4. pertumbuhan
jarigan saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems),
5. genetik
6. Idiopatik;
sebagian besar epilepsy pada anak
7. Factor
herediter,ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan
kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis,
angiomatosisensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme,
hipoglikemia.
8. Kelainan
congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum
9. Gangguan
metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
10. Infeksi;
radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya,toxoplasmosis
11. Trauma;
kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
12. Neoplasma
otak dan selaputnya
13. Kelainan
pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
14. Keracunan;
timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air
15. Penyakit
darah, gangguan keseimbangan hormone,degenerasi serebral,dan
16. Anoksia
· PATOFISIOLOGI
ü Pada
kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion
natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks)
sehingga terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada
sel neuron.
ü Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat
penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara
neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang yaitu, glutamat, aspartat,
asetilkolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin,
peptida, sitokin dan hormon steroid) dan neurotransmiter inhibitori (aktivitas
menghambat neuron yaitu, dopamin dan GammaAmino Butyric Acid [GABA]).
Defisiensi neurotransmiter inhibitori atau peningkatan neurotransmiter
eksitatori menyebabkan aktivitas neuron tidak normal. Serangan kejang juga
diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan
defisiensi ATPase yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidakstabilan
membran neuron.
ü Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat
memicu pembukaan kanal Na+. Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan
kanal Ca2+, sehingga ion-ion Na+ dan Ca2+ banyak masuk ke intrasel. Akibatnya,
terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut juga
dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam penerusan potensial aksi
sepanjang sel syaraf. Depolarisasi berkepanjangan akibat peningkatan glutamat
pada pasien epilepsi menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus menerus
dan memicu aktivitas sel-sel syaraf.
ü Jika
terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized
epilepsy with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang
berlebihan sedangkan kalium refluks tetap seperti semula sehingga terjadi
depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau
terjadi hipereksitasi pada neuron. Hal yang sama terjadi pada benign
familial neonatal convulsion dimana terdapat mutasi kanal
kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan
hipereksitasi pada sel neuron.
RINGKASAN :
ü ketidakseimbangan
neurotransmitter eksitatori dengan inhibitori4 neurotransmitter
eksitatori # & neurotransmitter inhibitori $4 neurotransmitter
berikatan dengan reseptornya (AMPA) dan (NMDA)4memicu
pembukaan kanal Na+4diikuti oleh pembukaan kanal Ca2+4ion-ion Na+
dan Ca2+ # masuk ke intrasel4 Depolarisasi berkepanjangan4potensial aksi yang terus
menerus4memicu aktivitas sel-sel syaraf berlebihan4kejang.
· FARMAKOLOGI
Penyakit yang melandasi konvulsi mungkin
tidak dapat disembuhkan, tetapi konvulsi itu sendiri selalu dapat dikendalikan.
Sesekali konvulsi sulit dikendalikan; maka perlu tindakan khusus, misalnya
memberikan anestesi umum (ISO,2014).
Pemilihan obat terutama didasarkan atas
serangan dan bukan berdasarkan atas etiologi penyakit; pertimbangan lain
meliputi usia pasien, respon terhadap terapi terdahulu, an efek samping obat
(ISO,2014)
Terapi obat tunggal menunjukan beberapa
keuntungan antara lain :
ü Mudah
mengevaluasi hasil terapi
ü Efek
samping dapat minimum
ü Terhindar
dari kemungkinan terjadinya interaksi obat
Namun sekitar 1/3 kasus tidak dappat
dikendalikan dengan obat tunggal. Pasien terpaksa memerlukan terapi majemuk dengan
kombinasi 2 jenis obat atau lebih
Pemberian antiepilepsi selalu diberikan
dengan dosis rendah, kemudian dinaikan sampai gejala epilepsi terkendali atau
terjadi efek kelebihan dosis. Pemberian biasanya didasarkan atas waktu paro
plasma. Antiepilepsi dengan waktu paro lama, fenobarbital dan fenitoindapat
diberikan sekali sehari sebelum tidur. Kadang-kadang obat perlu diberikan 3
kali sehari, untuk menjaga agar kadar plasmanya tidak terlalu tinggi sehingga
dapat dihindarkan dari efek sampingnya. Anak-anak biasanya diberikan relatif
dengan dosis lebih tinggi /kg BB oleh karena cepatnya anak-anak memetabolisme
obat(ISO,2014).
Fenitoin
dan karbamazepin merupakan obat untuk mengatasi epilepsi tipe grand mal;
keduanya hampir tidak menimbulkan sedasi. Fenobarbital lebih disukai pada anak-anak sebagai
alternatif fenitoin dan dapat ditambahkan pada regimen fenitoin yang
belum dapat dikendalikan konvulsinya(ISO,2014).
Interaksi antar obat antiepilepsi sangatlah
kompleks tanpa diikuti efek terapi yang memadai. Pemutusan terapi antiepilepsi hendaknya tidak boleh
mendadak.
Obat kelas terapi antiepilepsi meliputi :
1.
Asam
valproat (DEPAKENE)
2.
Divalproat
Na (DEPAKOTE)
3.
Gabapentin
(ALPENTIN, EPIVEN, GABEXAL, GALEPSI, GANIN, NEPATIC, NEURONTIN)
4.
Karbamazepin
(BAMGETOL, CARBAMACEPIN, LEPSITOL, TEGRETOL, TEMPOROL, TERIL)
5.
Klonazepam
(RIKLONA, RIVOTRIL)
6.
Lamotrigin
(LAMICTAL)
7.
Levetirasetam
(KEPPRA)
8.
Natrium
fenitoin (DECATONA, DILANTIN, ENDOTOIN, IKAPHEN, PHENILEP, PHENYTOIN, SODIUM
PHENYTOIN)
9.
Natrium
fenobarbital (SIBITAL)
10. Okskarbazepin (BARZEPIN, PROLEPSI,
TRILEPTAL)
11. Pregabalin (LYRICA)
12. Topiramat (TOPAMAX)
13. Fenitoin (KUTOIN)
14. Na Valproat (LEPTILAN)
Ø Asam valproat
a. Merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik.
b. Mekanisme aksi : memperkuat kerja GABA, sehingga mengaktivasi dekarboksilasi glutamat & inhibisi GABA-T.
c. Efektif utk mioklonik, alternatif utk grand mal & petit mal.
d. Farmakokinetika : Absorbsi po baik, Terikat protein plasma, Sebagian besar diubah mjd metabolit aktif o/ hati, Hambat metabolisme barbiturat.
e. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan penggunaan obat terkait efek samping tersebut.
a. Merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik.
b. Mekanisme aksi : memperkuat kerja GABA, sehingga mengaktivasi dekarboksilasi glutamat & inhibisi GABA-T.
c. Efektif utk mioklonik, alternatif utk grand mal & petit mal.
d. Farmakokinetika : Absorbsi po baik, Terikat protein plasma, Sebagian besar diubah mjd metabolit aktif o/ hati, Hambat metabolisme barbiturat.
e. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan penggunaan obat terkait efek samping tersebut.
Ø Karbamazepin
a. Digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik.
b. Mekanisme aksi : Menurunkan respon post sinaptik, hambat konduktansi Na, sehingga hambat depolarisasi berulang pada fokus epilepsi.
c. Metabolismenya dihambat o/ simetidin, diltiazem, isoniazid. Absorbsi po lambat
d. Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari.
e. Efek samping : Anemia aplastik, agranulositosis, trombositopeni, toksisitas hati.
a. Digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik.
b. Mekanisme aksi : Menurunkan respon post sinaptik, hambat konduktansi Na, sehingga hambat depolarisasi berulang pada fokus epilepsi.
c. Metabolismenya dihambat o/ simetidin, diltiazem, isoniazid. Absorbsi po lambat
d. Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari.
e. Efek samping : Anemia aplastik, agranulositosis, trombositopeni, toksisitas hati.
Ø Fenitoin
a. Merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf.
b. Mekanisme aksi : menghambat kanal sodium (Na+) yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron.
c. Dosis awal penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6 jam. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP, sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk.
d. Farmakokinetika : Absorbsi po lambat, Distribusi cepat, Terikat protein plasma, T1/2 24 jam, Dimetabolisme di hati, diekskresikan < 5% dlm btk tdk berubah lwt urin.
e. Efek samping : Hiperplasia gingivitis, Gambaran wajah mjd kasar, Kebingungan, halusinansi, mengantuk, ataksia, Teratogenik → fetal hydantoin syndrome.
f. Interaksi obat :Inhibisi metabolisme oleh kloramfenikol, simetidin, sulfonamid, isoniazid, dll. Induksi metabolisme terhadap antiepilepsi lain, atnikoagulan, kontrasepsi oral, dll
a. Merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf.
b. Mekanisme aksi : menghambat kanal sodium (Na+) yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron.
c. Dosis awal penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6 jam. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP, sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk.
d. Farmakokinetika : Absorbsi po lambat, Distribusi cepat, Terikat protein plasma, T1/2 24 jam, Dimetabolisme di hati, diekskresikan < 5% dlm btk tdk berubah lwt urin.
e. Efek samping : Hiperplasia gingivitis, Gambaran wajah mjd kasar, Kebingungan, halusinansi, mengantuk, ataksia, Teratogenik → fetal hydantoin syndrome.
f. Interaksi obat :Inhibisi metabolisme oleh kloramfenikol, simetidin, sulfonamid, isoniazid, dll. Induksi metabolisme terhadap antiepilepsi lain, atnikoagulan, kontrasepsi oral, dll
Ø Fenobarbital
a. Efektif utk serangan parsial sederhana, grand mal, kejang demam
b. Mekanisme aksi : membatasi penyebaran kejang dg meningkatkan ambang serangan epilepsi, potensiasi GABA.
c. Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari.
d. Farmakokinetika : Absorbsi po baik, Induser enzim pemetabolisme, Sekitar 75% tdk diaktifkan o/ sistem mikrosomal, Diekskresikan dlm btk tdk berubah
e. ESO: sedasi, ataksia, agitasi, rebound
a. Efektif utk serangan parsial sederhana, grand mal, kejang demam
b. Mekanisme aksi : membatasi penyebaran kejang dg meningkatkan ambang serangan epilepsi, potensiasi GABA.
c. Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari.
d. Farmakokinetika : Absorbsi po baik, Induser enzim pemetabolisme, Sekitar 75% tdk diaktifkan o/ sistem mikrosomal, Diekskresikan dlm btk tdk berubah
e. ESO: sedasi, ataksia, agitasi, rebound
Ø Primidon
a. Untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik.
b. Mekanisme aksi : Didalam tubuh primidon dirubah menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital danfeniletilmalonamid (PEMA). PEMA dapat meningkatkan aktifitas fenobarbotal.
c. Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari.
d. Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi.
a. Untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik.
b. Mekanisme aksi : Didalam tubuh primidon dirubah menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital danfeniletilmalonamid (PEMA). PEMA dapat meningkatkan aktifitas fenobarbotal.
c. Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari.
d. Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi.
Ø Etosuksimid
a. Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens.
b. Mekanisme aksi : menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens.
c. Dosis etosuksimid pada anak usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan 20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada anak dengan usia lebih dari 6 tahun dan dewasa 500 mg/hari.
d. ESO : mual dan muntah, efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan.
a. Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens.
b. Mekanisme aksi : menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens.
c. Dosis etosuksimid pada anak usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan 20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada anak dengan usia lebih dari 6 tahun dan dewasa 500 mg/hari.
d. ESO : mual dan muntah, efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan.
Komentar
Posting Komentar